Sabtu, 21 September 2013

[[FF - ONESHOT]] JUST FRIEND

TITTLE : Just Friend
GENRE : Sad, Romance
LENGTH : Oneshoot
RATED : PG 15
MAIN CAST : Park Yerin (OC), Lee Donghae, Lee Donghyun (OC)
AUTHOR : Baby Not.Not
TWITTER : @4stronot






Dingin malam ini sepertinya tak mengganggu aktifitas seorang gadis yang sedari tadi duduk meringkuk di sudut kamarnya. Ia menatap kosong ke luar jendela kaca besar di balkon kamarnya. Sisa-sisa air hujan masih menempel disana. Kamar itu tampak hening dan gelap. Hanya dibantu sedikit sinar dari luar.

Ia melirik ke dinding, Jam 11 malam. Kemudian menghembuskan nafas pelan. “apa dia lembur lagi malam ini?” batinnya sedih.

Kemudian gadis itu tampak tertawa miris. Seharusnya dia tak perlu melakukan ini. Tapi itu sudah menjadi aktifitasnya, menunggu pria yang bahkan bukan suami atau kekasihnya pulang ke apartement yang mereka tinggali bersama. Hanya status teman. Tak pernah ada hubungan spesial diantara mereka. Ia meremas kuat-kuat amplop coklat yang ada di tangannya, tampak cairan bening itu mulai menggenang di pelupuk matanya.

Ia mengenal pria itu saat mereka masih sama-sama kuliah di LA. Sejak saat itu mereka mulai berteman baik. 3 tahun lalu mereka lulus, dan pria itu memutuskan pulang ke Korea. Tapi tak lama setelah itu, gadis  itu menyusulnya. Niat awalnya hanya ingin berlibur, tapi ternyata dia malah jatuh cinta dengan Negara kelahirannya itu. Kemudian gadis itu akhirnya memutuskan untuk bekerja di Korea dan pria itu memaksanya untuk tinggal bersama.

Setahun berlalu tanpa rasa berarti diantara keduanya. Hanya perasaan tulus saling berbagi sebagai sahabat. Tapi semakin lama  perasaan aneh mulai menggeroti hati gadis itu. Apalagi setelah pria itu mulai sibuk dengan bisnisnya dan mereka jarang berkomunikasi. Sekarang mereka bahkan bertemu hanya saat sarapan maupun hari libur saja.

Gadis itu merasa hampa dengan keadaan mereka sekarang. Tapi gadis itu bisa apa? Dia cukup tahu diri untuk tidak mencampuri urusan pribadi pria itu. Setidaknya itu caranya berterima kasih untuk semua yang telah pria itu berikan padanya.

Sebenarnya gadis itu bisa saja pindah dan mencari tempat tinggal lain. Ia  pernah menyampaikan usulannya tersebut, tapi yang ia terima adalah kemarahan pria itu padanya. Pada akhirnya ia mengurungkan niatnya, lagi pula dia juga enggan berpisah dengan pria itu.
***


“kau sudah mau berangkat? Ayo sarapan bersama” ajak seorang pria yang kini tengah menyiapkan  sarapan untuk mereka.

Gadis itu memandang datar kearahnya, tapi toh tetap menurut. Dia duduk di salah satu bangku di meja makan tersebut. Memperhatikan pria itu yang tampak cekatan menyiapkan menu sarapan untuk mereka pagi ini.

“kau pulang jam berapa semalam?” tanya gadis itu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya.

“emm, kurasa jam 2. Wae?” “anniyo”

Mereka kembali diam satu sama lain, menikmati sarapan mereka.

“minggu depan ulang tahunku” kata pria itu kembali mencoba membuka percakapan. “hmm, aku ingat.”

“kalau begitu kau harus membuatkanku kue seperti biasa, eoh?” ucap pria itu penuh semangat. Sementara gadis mengangguk.

“baiklah kalau begitu, minggu depan pulanglah lebih awal nona Park. Ayo kita makan malam bersama” “apa kau serius?” tanya gadis itu tak  percaya.

“uh? Wae? Apa aku terlihat bercanda?” pria itu balik bertanya dengan bingung. “anniyo. Maksudku apa kau tidak ada rencana lain hari itu?”

“umm,, ku rasa tidak” kata pria itu polos kemudian meminum kopinya.

“benarkah? Kau yakin?” gadis itu  terus bertanya dengan penasaran. Tak bisa ia sembunyikan raut wajah bahagianya. Ia juga merasakan gemuruh di dadanya semakin menjadi.

“yak! Kau ini kenapa, huh? Apa yang ku katakan tadi belum jelas? Aku ingin kita merayakan ulang tahunku bersama, Park Yerin.” Dengus pria itu  mulai tak sabar dengan tingkah bodoh sahabatnya itu.

“arraso. Aku akan membuatkan makanan-makanan kesukaanmu.”

“itu  harus” ucap pria itu asal. Membuat gadis itu lagi-lagi tersenyum ceria. Tak bisa ia tutupi perasaan bahagianya saat pria di depannya ini mengajaknya. Mood yang tadinya buruk tiba-tiba kembali membaik hanya karena mendengar ucapan pria itu.
***


“Nunna! Apa kau tak lelah? Yang kita lakukan dari tadi hanya berkeliling tak jelas. Bahkan kita sudah 3 kali kesini. Sebenarnya apa yang kau cari, huh? Lihatlah wajahmu sudah pucat begitu!! Kita istirahat dulu, eoh?” gerutu seorang namja emosi.

“aku tidak apa-apa Donghyun-ah. Aku hanya ingin mencari hadiah yang special untuknya.”

“aish kau itu, selalu seperti itu jika menyangkut tentangnya” gerutu pria itu asal.

“aku hanya ingin terbaik untuknya. Itu saja” Pria bernama Donghyun itu hanya  diam menatap gadis itu kasihan. Ya dia tahu perasaan gadis itu terhadap kakaknya. Tapi dia hanya diam tak ingin terlalu ikut campur dikehidupan pribadi kakaknya.

“kajja, kita lanjutkan” ajak gadis itu, saat menyadari tatapan kasihan dari Donghyun. Pria itu hanya menurut, mengekor di belakang Yerin  yang sudah berjalan mendahuluinya.
**


“lihatlah sekarang siapa yang berbelanja, huh?” sindir Yerin melirik tas belanjaan di samping kaki Donghyun. Pria itu terkekeh menyadari sindiran yang ditujukan untuknya.

“kkk~ ini semua untuk pacarku, Nunna” ucapnya malu-malu.

“tentu saja aku tau bocah tengik! Huh beruntung sekali gadis itu mendapatkan pria sepertimu, Donghyun-ah” ucap Yerin tulus.  Ia tersenyum tipis. Tapi tatapan matanya menyiratkan luka di setiap ucapannya.


“Nunna…” panggil Donghyun pelan. “hmm”

“apa kau sudah mengatakan masalah itu pada Hyung?”

“uh?? Anniyo. Aku belum menemukan waktu yang tepat.” Ucapnya pelan.

“sebaiknya kau harus cepat melakukan operasi” “hmm aku tau itu”

“terima kasih untuk hari ini”

“ne, cheonmaneyo Nunna. Kalau begitu aku pergi, eoh. istirahatlah” gadis itu  mengangguk. Kemudian menyaksikan pria itu sudah melesat pergi dengan mobilnya, menembus ramainya lalu lintas kota itu.
***


Gadis itu tampak tersenyum sumringah menatap hasil  karyanya. Kue ulang tahun yang ia buat sendiri  dan baru saja selesai ia hias.

“hmm,, tidak terlalu buruk” ucapnya bangga.

Kemudian gadis itu meletakkannya di meja makan dan kembali ke dapur untuk memasak makan malam yang special untuk pujaan hatinya. Hatinya berdebar saat mengingat mereka akan menghabiskan waktu bersama meskipun tak terlalu lama. Tapi gadis itu cukup senang membayangkan semua itu.


Gadis itu sudah siap dengan dress peach selutut dan make up tipisnya. Rambutnya sengaja ia ikat kuda, membuatnya terlihat  kembali seperti remaja yang manis dan imut. Ia sengaja berdandan untuk pria itu.

Makanan sudah tertata rapi di meja makan. Tapi pria itu juga belum memunculkan batang hidungnya. Dia melirik jam di dinding. Jam 9 malam, seharusnya  pria itu sudah pulang 2 jam yang lalu.

Rasa khawatir tiba-tiba merayap di dadanya. Dia segera mengambil ponselnya dan memencet nomor yang sudah ia hafal. Panggilan tunggu terus ia dengar. Pria itu tak mengangkat panggilannya, membuat gadis itu  semakin khawatir. Tapi ia terus berusaha menghubungi pria itu.

“yeoboseyo~”  hatinya mencelos ketika mendengar sautan pria itu di sebrang sana. Rasa cemas itu  kini berubah menjadi rasa lega. Ia tersenyum tipis, setidaknya pikiran buruknya tidak terjadi.

“kau dimana? Kenapa belum pulang?”

“maafkan aku, ada urusan mendadak.  Kau makan saja duluan, tidak usah menungguku”

“Mwo? Tapi kau kan-"

“hmm,, kita bicara dirumah saja besok. Oh ya tidak usah menungguku, eoh. Sudah ya. Aku tutup”

Gadis itu masih menempelkan ponselnya di telinga, seakan enggan untuk melepaskannya. Ia tak percaya pria itu akan berbuat seperti itu lagi. Pria itu sudah berhasil mempermainkan hatinya.

Ia tertawa kecut menatap kue ulang tahun dan makanan-makanan yang sudah siap di meja. Tanpa terasa bulir-bulir bening itu turun dengan  lancar meluncur di pelupuk matanya. Kenapa ia harus merasa sehancur  ini sekarang. Cinta sepihak  ini benar-benar  membuatnya muak dengan  dirinya sendiri.


Gadis  itu masih terjaga saat mendengar suara pintu apartement itu terbuka, memunculkan sosok pria yang sedari tadi ia tunggu. Pria itu masuk dengan  kondisi yang cukup berantakan. Pria itu tampak terkejut saat mendapati Yerin masih terduduk di sofa, menatapnya nanar.

“kau belum tidur?” tanyanya basa-basi, tapi gadis itu diam enggan menjawab pertanyaannya. Pria itu berjalan menuju  counter dapur untuk mengambil  air minum. Dan lagi-lagi ia terkejut mendapati makanan-makanan masih utuh di meja. Dia menoleh menatap gadis itu tak percaya.

“kau belum makan?” tanyanya khawatir. Tapi gadis itu masih tak menjawab, malah sekarang menatap pria itu seperti  menyimpan amarah yang siap meledak.  “bukankah sudah ku bilang tak usah menungguku pulang”

“kenapa kau tak  memberitahuku dulu jika kau membatalkan janji kita” tanya gadis itu bergetar.

“maafkan aku. Tadi mereka  yang memaksaku, dan aku tak bisa menolak itu”

“kau yang berjanji, tapi kau juga yang mengingkarinya Lee Donghae!!” teriak gadis itu emosi mulai menangis dan membuat pria itu menatapnya tak percaya.

“aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar tak bisa menolak permintaan teman-temanku itu”

Gadis itu tampak tersenyum kecut mendengar jawaban pria  itu. “bahkan diantaranya tak ada aku. Kenapa kau tak mengatakan sebelumnya jika kau membatalkannya?”

“kenapa kau terus mengulang pertanyaanmu? Bukankah sudah ku bilang, aku minta maaf! Kau ini sebenarnya kenapa?! Kita bahkan setiap hari selalu sarapan bersama! Apa artinya makan malam seperti ini?” ucap Donghae mulai terpancing emosi.

“Mwo? Jadi ini tak ada artinya untukmu? It's our precious time, Mr Lee!! You should understand!!" teriak gadis itu sengit. "Ah kau benar,, aku memang tak pernah jadi yang terpenting untukmu kan?” lanjutnya tersenyum sinis.

“yah!  Kau ini bicara apa?!”

“kau berubah Donghae-ah. Kau sudah bukan Lee Donghae yang ku kenal dulu. Sekarang kau selalu sibuk dengan pekerjaan dan teman-temanmu  itu. Dan tak ada waktu lagi untukku. Bisakah sekali saja kau memandangku, Donghae-ah?” ucapnya pelan. Air matanya semakin deras meluncur di kedua pipinya yang kini tampak memerah.

“Apa yang kau katakan?” tanya pria itu tak mengerti.

“Kau bodoh atau apa huh?! Aku… aku mencintaimu!! Apa kau tak sadar itu hah?!!” teriaknya histeris. Tapi pria itu hanya diam, dia terkejut mendengar pernyataan cinta dari gadis itu.

Gadis itu pergi masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Meninggalkan pria itu yang  masih terdiam di tempatnya. Masih mencerna kalimat-kalimat yang baru saja gadis itu  lontarkan padanya. Sementara gadis itu masih menangis, merutuki kebodohannya. Kenapa ia bisa selancang itu mengatakan jika dia menyukai pria itu!
**


Pagi itu tak seperti biasanya. Apartement itu tampak begitu sepi. Tidak ada aktifitas di dapur seperti biasa. Tidak mungkin pria itu masih di dalam kamarnya. Atau mungkin dia sudah berangkat? Tanya gadis itu dalam hati. Padahal dia ingin meminta maaf atas kelancangannya semalam. Seharusnya amarahnya semalam tak membuatnya menyampaikan perasaannya terhadap pria itu.

Keadaan seperti itu terus terjadi, dan ini tepat seminggu gadis itu tak bertemu  Donghae. Yang ternyata pria itu menginap di rumah adiknya. Dan itu membuat Yerin semakin sedih, pasalnya dia mengira jika Donghae marah dan menghindarinya. Gadis itu juga sudah beberapa kali menghubungi Donghae, tapi pria itu sama sekali tak menanggapinya.  Bahkan ketika gadis itu menemuinya, Donghae selalu menghindar.
***


“Nunna! Kau serius akan melakukan ini? Kenapa buru-buru sekali? Apa Hyung sudah tau ini?”

“anniyo. Aku sudah mempersiapkannya dari kemarin. Bukankah kau yang menyuruhku, Donghyun-ah?” ucap gadis itu tersenyum pada pria yang berdiri di depannya dengan mata sembab.

“aku tau! Tapi kau bisa melakukannya di Korea! Kau tidak sedang berniat menjauhi Hyung kan?”

“anniyo. Aku hanya rindu dengan keluarga disana. Lagi pula teknologi disana lebih canggih, bukan?”

Pria itu mengangguk membenarkan. “tapi kapan kau akan kembali?”

“molla. Sepertinya aku akan  menetap lagi disana. Aku hanya ingin menata hidupku lagi, Donghyun-ah. Aku sudah kehilangan temanku disini” ucap gadis itu pelan, membuat air matanya menggenang di pelupuk matanya.

“yah! Apa kau tak menganggapku teman?!” “kau bahkan sudah ku anggap adikku sendiri”

Mereka sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Saat tiba-tiba suara dari corong pengeras suara membahana, memberikan informasi keberangkatan pesawat.

Yerin berjinjit untuk memeluk pria yang sudah dianggapnya adik itu. Mereka sama-sama menitikan air mata. Seakan enggan berpisah.

“jaga dirimu baik-baik, eoh? Cepat lulus, dan jadilah dokter yang hebat nanti” ucap Yerin setelah melepas pelukannyanya, dan memegang ke dua pipi pria itu.

“arraso. Kau juga. Semoga operasimu sukses Nunna”

“humm, itu pasti!” ucapnya tersenyum semangat. “aku boleh minta satu hal padamu?” sementara pria itu hanya mengerutkan keningnya.

“jangan beri tahu tentang operasiku padanya, eoh?” pria itu diam tak menyahut. “Donghyun-ah, jebal”

“kita lihat saja nanti”

“hhh,, kalau begitu, aku pergi. Aku titip kakakmu,  eoh? Kkk~. Bye~”

Gadis itu pergi dan mereka saling melambaikan satu sama lain. Sampai saat gadis itu menghilang, pria itu masih saja berdiri disana.
***


“Hyung sebaiknya kau pulang sekarang, dari pada apartementmu berlumut nantinya” ujar Donghyun asal.

“cih, yang benar saja” cibir pria  itu.

“bukankah kau menumpang di sini untuk menghindari Nunna? Pulanglah, dia sudah tak ada di sana?”

“apa maksudmu?!” “Nunna sudah pergi, Hyung” jawabnya pria itu malas.

“pergi? Dia.. dia pergi kemana?” tanyanya panik.

Donghyun menatap Donghae dan tersenyum sinis pada pria itu. “ciih.. Apa kau pantas disebut temannya sekarang? Bahkan ‘temanmu’ pergi saja, kau tak tahu” cibir Donghyun.

“YAK! LEE DONGHYUN! JANGAN MENGUJI KESABARANKU SEKARANG! CEPAT KATAKAN GADIS ITU PERGI KEMANA?” teriaknya marah, mencengkram krah kemeja yang  di pakai Donghyun.

“Nunna sudah kembali ke LA tadi siang, Hyung”. “MWO?”

“wae? Apa kau marah karena dia pergi? Harusnya kau senang, bukankah itu maumu?” sindir Donghyun melepaskan diri dari cengkraman kakaknya.

“cih! Omong kosong!! Aku tak pernah menyuruhnya pergi!”

“kau mengacuhkannya, bukankah secara tak langsung kau ingin dia  pergi?” sindir Donghyun.

“cih! Bilang saja itu alasannya untuk pergi dariku” jawab Donghae sinis.

“ahh, ku harap juga begitu. Tapi sayangnya bukan. Kau tau kan Nunna menyukaimu?” sementara Donghae hanya diam. Pembicaraan ini yang selalu ia hindari jika sedang berbicara dengan adiknya itu.

Selama berpisah dengan gadis itu, ia selalu memikirkan tentang perasaan gadis  itu terhadapnya. Dia tak pernah berfikiran persahabatan mereka akan ‘ternoda’ oleh rasa cinta yang seperti itu. Dia bukan tak menyukai gadis itu, hanya saja dia menyayangi gadis itu sebatas sahabat.

Tapi gadis itu sekarang pergi meninggalkannya, tanpa pamit. Dia marah. Dia kecewa. Apa gadis itu sudah tak menganggapnya teman lagi?! Tapi ia teringat kata-kata adiknya, jika itu karena sikapnya juga. Dan sekarang ia bingung  harus berbuat apa?!

“sebenarnya Nunna sakit Hyung..” kata Donghyun tiba-tiba, membuat pikiran Donghae teralih pada kata-kata adiknya. Ia menatap Donghyun waspada, seolah was-was mendengar kata  apa yang akan keluar dari mulut adiknya.

“ada benjolan di bagian bawah kepalanya. Dan dia ke Amerika untuk operasi”

“MWO?” tanya Donghae terkejut. “lelucon apa lagi ini, cih! Kenapa dia tak memberitahuku masalah penting seperti ini??!!” tanya Donghae kembali emosi. Semburat kemerahan mulai muncul di kedua matanya. Dia tak menyangka gadis itu menutupi masalah penting seperti itu darinya. Apa mereka benar-benar berteman?

“bagaimana bisa dia memberitahumu jika kau terus mengacuhkannya? Sudahlah,, sebaiknya kita doakan saja semoga operasinya sukses”

Donghae tak menjawab. Dia  pergi keluar. Pikirannya tak tentu sekarang. Dia merasa marah, sedih, kecewa, dan menyesal! Pikirannya benar-benar kalut saat ini. Dan tempat tujuannya hanya satu, Bar.
***


Gadis itu tampak silau dengan lampu-lampu besar yang sekarang berada atasnya. Dia menutup matanya, mengucapkan doa dalam hati, berharap operasinya berhasil.

“Aku harap kau bahagia disana, Lee Donghae… Setelah ini aku akan melepasmu dan memulai hidup baruku. Entah apapun yang terjadi nanti”   batinnya, dan setelah itu ia benar-benar tak sadarkan diri.
***


Terlihat sepasang  insan manusia tengah duduk di bangku panjang tepat di bawah pohon maple. Angin musim gugur menerbangkan anak-anak rambut si gadis. Meskipun begitu entah berasal dari mana, mereka sama-sama merasa hangat akan satu sama lain.

Mereka masih sama-sama terdiam hanyut dalam pikiran masing-masing. Beberapa bulan tak bertemu membuat mereka merasa canggung. Meskipun banyak yang ingin mereka sampaikan, tapi cukup bingung untuk memulai semuanya dari mana.

“kau…” ucap mereka bersama. Membuat mereka sama-sama gugup. Pria itu tampak mengusap tengkuknya.

“ekheemm… bagaimana kabarmu?” tanya Yerin mendahului.

“seperti yang kau lihat, aku masih seperti ini. Bagaimana operasimu?”

“akhh.. ternyata kau tau. Ssshh,, semuanya lancar, dokter bilang aku sudah sembuh. Dan sekarang masih dalam masa pemulihan” ucapnya tersenyum manis.

“syukurlah… emm,, Yerin-ah..” “hmm, wae?”

“aku… maafkan sikapku dulu. Aku hanya-”

“aku mengerti, Donghae-ah. Harusnya aku yang meminta maaf. Harusnya aku tak mempunyai perasaan seperti  itu padamu. Aku juga terlalu posesif waktu itu, maafkan aku.” Ucapnya tulus.

“bukan begitu,, kau benar, aku terlalu sering mengacuhkanmu. Maafkan aku.”

“Never mind.” Ucap gadis  itu tersenyum. Mereka kembali terdiam.

Beberapa bulan tak bertemu membuat mereka tersadar akan sesuatu. Donghae selalu khawatir dengan keadaan  Yerin setiap hari. Tentu saja itu membuat konsentrasinya buyar. Pekerjaannya banyak yang tak selesai tepat waktu. Tak pernah dia bayangkan sebelumnya, jika dampak kepergian  Yerin membuatnya kelabakan seperti itu.

Sementara Yerin sendiri tengah berusaha menghapus perasaannya itu. Ia tau betul, perasaannya tak seharusnya tercipta untuk sahabatnya sendiri. Tapi meskipun begitu, ia merasa berat, mengingat pria di sampingnya saat ini adalah cinta pertamanya.

“Yerin-ah…” “hmm..”

“….. bagaimana jika aku juga menyukaimu?”  tanya Donghae pelan.

DEG~

Jantung keduanya tiba-tiba berdebar lebih cepat, membuat keduanya tidak nyaman dengan keadaan yang tercipta saat ini.

Kemudian gadis itu tampak terkekeh, mencoba menutupi rasa gugupnya. “kkk~ kau gila” –jeda- “hhmm,, kau tahu?? Ku pikir kita akan selamanya berteman.” Lanjutnya, mencoba menekan perasaannya sendiri.

Sementara Donghae tampak kecewa  mendengar pernyataan dari gadis itu. Ada  perasaan aneh yang membuatnya merasa tak puas dengan perkataan gadis itu.

“tapi, kita tak pernah tahu akan masa depan. Jika ‘Dia’ menginginkan kita bersama, aku akan sangat bersyukur. Tapi, jika memang kita hanya sebatas ini. Toh aku juga tak akan pernah menyesalinya. At least it was you, Lee Donghae” ucap gadis itu tersenyum manis.

Donghae terperangah mendengar ucapan  Yerin. Seketika hatinya menghangat. Perkataan gadis itu benar-benar membuatnya nyaman. Dan sekarang melihat senyum hangat gadis itu setelah beberapa lama tak bertemu, membuatnya sadar. Sepertinya tak akan sulit untuknya mencintai gadis itu. Mencintainya lebih dari ini.

FIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar